Dzikir Sebagai Alat untuk Mencetak Waliyullah
Oleh : KH. M. Abdul Gaos SM.
(Khidmat Manaqib Suryalaya Oktober 1999)
Di pondok pesantren Suryalaya terdapat kegiatan Manakib Akbar. Disebut manakib akbar karena semua kegiatan manakib di daerah-daerah lainnya harus mengikuti, mengacu dan menyesuaikan denganmanakib di PP. Suryalaya ini. Jadi kegiatan manakib itu sentralnya di PP. Suryalaya.
Acara manakib ini merupaka restu Pangersa Abah. Tidak hanya setiap manakib itu direstui oleh beliau, bahkan yang namanya manakib itu adalah kesukaan, kesenangan dan sunnah beliau. Manakib inilah yang selalu beliau tanyakan kepada para Ikhwan. Hal ini menggambarkan bahwa sangat penting bagi kita untuk mengikuti dan menyelenggarakan manakib dimanapun kita berada.
Pangersa Abah telah memberi talqin dzikir Jahar yang terang-terangan dan dzikri khofi yang disamarkan. Dzikir yang disamarkan ini tidak memakai suara dan tidak memakai huruf tetapi harus terus ada. Ketika manusia berbicara dengan bahasa apapun dzikir khofi ini harus tetap ada (jalan)bahkan ketika mulut ini sedang menyebutkan dengan yang sama dengan yang didalam (khofi).
Ketika seseorang selesai membaca sebuah ayat al-Qur’an jika hendak mengucapkan lafadz Allah, maka jangan ragu-ragu. Karena hal itu bukanmenjaharkan khofi. Sebab khofi itu samar, jangankan manusia, malaikatpun tidak bisa melihat untuk mencatat dan bahkan syetanpun tidak bisa menggodanya. Sehingga syetan pun menjadi takut dengan dzikir khofi ini. Dan dzikir pula yang akan mencetak manusia menjadi ikhlas.
Entah berapa banyak ismu dzat yang ada dalam al-Qur’an. Jika membacanya maka bacakanlah atau sebutkanlah ismu dzat (lafadz Allah) itu dengan tidak ragu-ragu. Mengenai menyebutkan lafadz Allah ini, sebenarnya hal ini sama dengan ketika kita mendengar ada yang menyebut nama Muhammad Saw., maka kita harus bersholawat kepadanya. Agar kita tidak termasuk kedalam orang-orang yang kikir. Terlebih lagi lagi jika yang disebutkan itu nama Allah.
Sekarang ini ada sebuah pernyataan, bahwa di zaman sekarang ini sudah tidak ada lagi wali, alasannya karena sekarang ini dunianya sudah kotor. Menurut saya, hal ini keliru. Justeru karena dunia ini sudah kotor memerlukan wali yang akan menyelamatkannya. Jika Allah tidak menurunkan wali pada dunai sekarang yang kotor ini, maka Allah berarti dzolim. Hal ini mustahil. Selama masih ada di dalam al-Quran ayat yang berbunyi : “Alaa Inna Aulyaa Allahi Laa Ilaaha Illallah Khoufun Walaa Hum Yahzanun”. Maka Allah akan tetap mencetak wali. Jika tidak, maka ayat tadi tidak ada relevansinya lagi. Yang sudah dicetak lagi adalah nabi, sedangkan wali itu masih tetap masih dicetak.
Alat yang dapat mencetak manusia hingga menjadi waliyullah adalah dzikrullah, tepatnya lagi kalimat Laa Ilaaha Illallah. Adapun jadi tidaknya itu sangat tergantung kepada waliyullah yang memberi talqin dzikirnya itu tadi. Hal ini karena bagi waliyullah apapun yang diinginkannya akan tercapai.
Selain itu bagi waliyullah itu tidak ada lagi rasa takut selain kepada Allah. Karena rasa takutnya yang hanya kepada Allah itulah, maka mereka akan ditakuti oleh segala sesuatu selain Allah. Seperti makanan akan merasa takut tidak sampai dimakan oleh waliyullah, rumah akan merasa takut tidak disinggahi oleh waliyullah itu, begitu pun surga akan merindukan waliyullah dan ahli Laa Ilaaha Illallah. Bahkan malaikat Munkar dan Nakir tidak akan menggangu kuburannya ahli Laa Ilaaha Illallah, atau orang-orang yang selalu mengikuti waliyullah yang selalu bersama-sama Allah.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana agar kita dapat selalu bersama Allah. Caranya yang paling cepat, yang paling mudah, yang paling tepat adalah dengan dzikrullah yaitu kalimat Laa Ilaaha Illallah. Tanpa adanya kalimat ini maka tidak akan ada manusia, bumi, langit, dsb. Dan Laa Ilaaha Illallah ini bentengnya Allah. Maka barang siapa yang masuk dalam benteng-Nya maka akan selamat dari azab-Nya.
Tanda adanya karomah dari waliyullah adalah banyaknya orang-orang yang berdatangan kepadanya tanpa diundang. Mereka yang berdatangan itu tiada lain adalah untuk belajar dzikir atau menunaikan rukun ihsan. Yaitu dapat beribadah seolah-olah melihat Allah dalam keadaaan tidak melihat. Hal inilah yang sangat sulit sehingga orang-orang itu memerlukan bantuan Guru Mursyid. Semoga kita dapat mengamalkan ajaran-ajarannya. Amin.
sumber = www.suryalaya.org
----------------------------------------------------------
Untuk melihat lainnya bisa dilihat
pada link di bawah ini :
http://hudaya-organization.blogspot.com/2009/05/
index-artikel-artikel-tentang-dzikir.html
No comments:
Post a Comment